Minggu, 30 Desember 2012

PENDIDIKAN SEKS ANAK

Bagi guru yang memberikan pendidikan seks, Killander (1971) mengungkapkan bahwa guru mempunyai peran yang besar, yaitu :

1. Membantu menyeleksi sasaran sosialitas dan pribadi yang dapat dicapai oleh anak didik.
2. Membantu siswa untuk menyadari bahwa sarana tersebut sesuai untuk mereka dan membimbing mereka untuk menerimanya sebagai bagian dari hidup.
3. Membimbing mereka untuk memilih aktivitas-aktivitas dan pengalaman yang baik dalam merencanakan masa depan.

Oleh karena itu, Flake-Hobson (Joice, 1996) menyatakan bahwa pendidikan seks di sekolah harus meliputi pengajaran antara lain:

1. Mengizinkan anak untuk berperan sesuai dengan jenis kelamin dalam ekspresi mereka, kepribadian mereka dan interaksi mereka dengan teman-temannya di kelas.
2. Mengajak siswa untuk berdiskusi mengenai hal-hal yang berkenaan dengan sopan santun terhadap lawan jenis.
3. Memperkenalkan siswa terhadap perkembangan peran seks. Misalnya seorang perempuan akan menjadi siswa yang berstatus ibu rumah tangga atau isteri.
4. Menyediakan alat-alat audio visual (pandang dengar - red) mengenai perkembangan peran seks kepada siswa dan mengajak mereka untuk berdiskusi.
5. Memperkenalkan siswa kepada bermacam-macam peran seks antara laki-laki dan perempuan.

Tukan (1993) menguraikan materi pendidikan seks di sekolah sebagai berikut:
Siswa SD kelas 5 dan 6

Tentang ciri seksualitas primer dan sekunder seorang pria, proses terjadinya mimpi basah, menjaga kebersihan kelamin, memakai bahasa yang baik dan benar tentang seks, kepribadian seorang siswa.
Siswi kelas 5 dan 6

Tentang ciri seksualitas primer dan sekunder seorang wanita, proses terjadinya ovulasi dan menstruasi, keterbukaan pada orang tua, serta pendidikan dan kepribadian wanita.
Siswa SLTPK kelas 2 dan 3

Memperluas apa yang telah dibicarakan di SD kelas 5 dan 6, yakni identitas remaja, pergaulan, dari mana kau berasal, proses melahirkan, dan tanggung jawab moral dalam pergaulan.
Siswa SLTA kelas 1 dan 2

Mendalami lagi apa yang telah diberikan di SD dan SLTP yakni secara psikologi pria dan wanita, paham keluarga secara sosiologi, masalah pacaran dan tunangan, komunikasi, pilihan cara hidup menikah atau membujang, pergaulan pria dan wanita, tubuh manusia yang bermakna, penilaian etis yang bertanggung jawab sekitar masalah-masalah seksual dan perkawinan.

Dengan demikian, peranan sekolah dalam memberikan pendidikan seks merupakan suatu tanggung jawab moral bagi perkembangan anak didik. Peranan sekolah harus dimengerti bahwa sekolah merupakan suatu institusi yang bersifat komplementer dan membantu orang tua dalam memperlancar tugas dan peranan orang tua terutama dalam menanamkan sikap dan perilaku seksual anak terhadap hakikat seksuaitas manusia.

Pendidikan seks haruslah dipandang sebagi suatu proses pengalihan nilai-nilai tentang seks yang benar yang didapat anak sebagai bimbingan, teladan dan kepedulian para orang tua dan pendidik dalam membantu anak membangun sikap batin yang sesuai dengan kodrat manusia, tidak hanya akal budi tetapi juga hati nurani. Pendidikan seks juga mempunyai fungsi memberikan landasan dalam membangun suatu hubungan yang objektif dan wajar antara anak dengan tubuhnya.

Tidak ada komentar :

Posting Komentar